Baran Agro, tertulis di baner besar pinggir jalan wilayah Baran. Tepatnya di daerah Lesanpuro. Karena tertulis kata agro, kami pun menyusuri area perumahan sekitar lokasi

Bahkan kami menemukan tulisan organik di sekitar sana. Akhirnya ketemu dengan tiga greenhouse dengan desain bagus. Menggunakan rangka besi, yang dilengkungkan setengah lingkaran. Bagian depan-belakang greenhouse menggunakan plastik UV. Atap menggunakan paranet.

Baran agro

Greenhouse Baran Agro yang ditanami terong hijau. Image: Ito

Tapi tidak ada aktivitas apapun di sana. Kami beranikan diri langsung melihat dalam greenhouse. Ada tanamannya. Greenhouse paling ujung diisi tanaman terong hijau. Tapi tidak begitu produktif, seperti kekurangan air.

Perumahan sekitar greenhouse Baran Agro juga tidak banyak. Penghuni sepi. Akhirnya kami lanjutkan menyusuri area perumahan lagi. Ketemu dengan perempuan muda. Kami tanyakan soal penanggung jawab greenhouse. Dan kami disarankan turun ke perumahan bawah, menemui Lukman. Pesan perempuan muda tersebut, rumah Lukman banyak tanaman dan ada gazebo.

Karena rumah di perumahan tidak banyak, sangat mudah menemukan rumah Lukman. Pria paro baya tersebut saat kami temui sedang beraktivitas di kebun bersama istri dan rewang garap kebun.

Penggagas Baran Agro

Lukman, penggagas Baran Agro di kebun yang dikelolanya. Image,: Ito

Di kebun sekitar rumah Lukman banyak jenis tanaman. Mulai mangga, bunga hias, terong, rosela, ciplukan impor, pakcoy, mint, stroberi, dan lain-lain. Kebun dikonsep urban farming: memanfaatkan lahan kecil/ kosong untuk bercocok tanam.

“Aktivitas berkebun organik sudah berjalan sekitar dua tahun, mulai 2017”, papar Lukman.

Kebun Baran Agro digarap bersama-sama dengan warga yang tergabung dalam kelompok tani.

Pemasaran hasil kebun pernah sampai di swalayan sayur, Dapurku Sawojajar. Karena terkendala produksi dan sistem konsinyasi yang beresiko return, maka dihentikan. Berlanjut dengan pemasaran gethok tular atau mulut ke mulut. Dipasarkan ke teman-teman Lukman dan istrinya.

Selain menjual sayur, juga melayani pembelian bibit yang ditanam di polibag.

“Kami juga menjual bibit, seperti waktu kegiatan GSF (Green School Festival) kemarin, banyak yang beli bibit di sini”, ungkap istri Lukman.

Harapan ke depannya, lokasi tersebut bisa menjadi ikon Kedungkandang dan menjadi destinasi wisata edukasi organik. Mengingat, Baran Agro pernah masuk 10 besar lomba kampung tematik Kota Malang.

Penulis: Ito
Editor: Agista