Tradisi kupatan sapi atau disebut juga brokohan sapi. Sebuah tradisi yang masih eksis hingga saat ini di kalangan masyarakat Tuban. Terutama mereka yang generasi terdahulu yang saat ini sudah menyandang status embah-embah.

Tradisi tersebut turun-temurun sejak nenek moyang dulu sebagai bentuk rasa syukur dan harapan munculnya berkah dari yang Maha Kuasa lewat ingon-ingon berupa sapi.

Kapan diadakan selametan sapi

Agenda kupatan sapi tidak dilakukan semaunya, kapan saja, melainkan ada pakem waktu yang diyakini mengandung filosofi keberkahan. Adapun waktunya yakni di bulan Jawa ataupun Hijriyah tepatnya Jumadil Akhir. Adapun harinya  yakni Jum’at Pahing. Jadi selametan sapi diadakan pada waktu Kamis Legi sore hari setelah ashar menjelang maghrib. Hari setelah kamis legi adalah jum’at pahing. Kamis legi sore dianggap sudah memasuki jum’at.

Jum’at pahing diyakini merupakan hari lahirnya sapi. Adanya kupatan sapi dianggap sebagai hari ulang tahun sapi. Layaknya manusia, ulang tahun dirayakan dengan selametan, yang mencerminkan ucapan terima kasih kepada Tuhan dan juga harapan/ do’a untuk kehidupan ke depan.

Keunikan tradisi kupatan sapi

Selain pakem waktu diadakan perayaan sapi, juga ada pakem lain terkait bahan untuk selametan. Berikut ini bahan yang digunakan untuk kupatan sapi.

‌Jumlah dan bentuk kupat

Jumlah kupat/ ketupat yang digunakan selametan berjumlah 44 buah. Kemudian disandingkan dengan lepet 10 buah. Kemudian memanggil beberapa tetangga terdekat dan ada yang kebagian tugas mendo’akan. Do’a yang dipanjatkan ada dua versi bahasa, Jawa dan arab.

Kupat pada  umumnya di Tuban menggunakan daun siwalan/ lontar. Tapi ada juga yang menggunakan janur kelapa. Dibuat dari 2 lembar daun kemudian dirangkai dan dianyam menjadi bentukan ketupat. Setelah jadi, kupat tersebut diisi dengan beras kira-kira 2/3 bagian. Kemudian ditanak atau diadang hingga masak.

Lepet yang dijadikan pasangan kupat, merupakan beras ketan yang dibungkus menggunakan janur kemudian ditanak hingga mateng.

Tradisi kupatan sapi
Lepet: resepenyak.com

Ketupat yang digunakan untuk selametan bisa menggunakan 2 jenis ketupat, yakni kupat pasar dan kupat bawang. Kupat pasar berbentuk segi empat simetris dengan keempat sudut lancip. Sedangkan kupat bawang, salah satu sudutnya tumpul.

Ada lagi ketupat yang dikalungkan di leher sapi, yakni kupat sungu dan kupat kepel. Sungu = tanduk. Bentuknya memang seperti tanduk. Kepel = kepal. Bentuk menandakan kepalan tangan. Kedua kupat tersebut dimaksudkan agar dimakan oleh sapi.

Tradisi kupatan sapi
Kupat sungu: youtube
Tradisi kupatan sapi
Kupat sungu: selerasa.com

‌Lokasi selametan
Lokasi perayaan hari jadi sapi juga harus dilakukan di kandang sapi atau di alas. Tidak boleh dilakukan di rumah yang punya sapi.

‌Dadung awuk
Dadung awuk merupakan wejangan, atau sesajen. Namun bukan buat setan. Sesajen tersebut di letakkan di kandang sapi beberapa saat. Misalkan selametannya kamis legi sore hari habis ashar. Setelah isya’ sudah boleh diambil dan dimakan. Dulu cara mengambilnya juga dengan cara unik. Disebut “nggagak”. Ngambil sesaji sambil ngomong “ngak, ngak, ngak”, menyerupai suara burung gagak.

Dadung awuk ini terdiri dari beberapa komponen makanan, yaitu ketupat, gula jawa, pulo, dan ampo. Pasti gak tahu kan apa itu pulo dan ampo itu apa.

Pulo, terbuat dari jagung yang disangrai. Kalau dituban nyebutnya digoreng nanangan (wajan tanah, gorengnya tanpa minyak). Setelah itu campur gula jawa dan ditumbuk sampai campur merata dan halus.

Ampo, terbuat dari tanah liat yang dikeringkan kemudian di kerik hingga menjadi lempengan tanah kecil yang menggulung. Dulu, ampo dimakan oleh masyarakat. Namun, saat ini mungkin hanya generasi tua yang tahu akan hal ini.

Tradisi kupatan sapi
Ampo: hipwee.com

Selama setahun, hanya sekali saja tradisi kupatan sapi diadakan. Bagi yang punya sapi, sudah sepatutnya bersyukur atas adanya sapi sebagai  rojo koyo yang berfungsi sebagai harta yang menyokong ekonomi keluarga.