Ani-ani. Bagi kaum milenial sekarang, pasti sesuatu yang belum pernah dilihat. Bahkan belum pernah di dengar sebelumnya. Padahal, inilah sejarah di bidang pangan yang perlu dikenang.

Ani-ani merupakan alat panen padi jaman dulu yang biasanya digunakan kaum ibu-ibu untuk panen padi lawas. Padi lawas merupakan jenis padi yang tingginya bisa mencapai sekitar 1-1,5 meter dan dengan masa tanam hingga panen yang lama tentunya.

Ani-ani

Ani-ani merupakan alat panen padi jaman dulu

Dengan ketinggian padi lawas tersebut, tidak memungkinkan memanen padi seperti saat ini dengan sabit. Oleh karena itu, diciptakannya alat yang bernama ani-ani. Terbuat dari lempengan logam mirip pisau kecil yang ditancapkan pada kayu dengan bentuk sedemikian rupa sehingga bisa digunakan oleh tangan manusia untuk memotong untaian bulir padi.

Uniknya, memotong padi dengan alat tradisional tersebut harus satu per satu. Tidak bisa dilakukan memotong dalam jumlah banyak sekaligus seperti saat ini ketika menggunakan sabit. Namun, bukan berarti tidak bisa cepat selesai. Bagi kaum ibu-ibu, pekerjaan itu bisa dilakukan dengan cepat. Secepat kilat.

Hasil panen tidak seperti saat ini yang langsung diolah hingga menjadi bulir gabah, melainkan masih berada dalam untaian padi. Untaian padi tersebut di jemur dan dikeringkan. Setelah kering, dimasukkan ke lumbung gabah.

Ani-ani tersebut rupanya sudah harus ditinggalkan karena adanya perubahan dalam penggunaan bibit padi. Hingga saat ini, padi dengan batang tinggi harus ditinggal karena mulai tanam hingga panen terlalu lama. Berbeda dengan padi saat ini (padi dengan batang batang rendah sekitar 0,5 meter), yang bisa panen dalam kurun waktu sekitar 4 bulan saja. Dengan perubahan jenis bibit ini, tidak memungkinkan menggunakan ani-ani ketika menanam. Cukup menggunakan sabit untuk memotong batang padi bagian pangkal. Kemudian bulir padi langsung dirontokkan dengan perontok padi, baik yang tradisional maupun menggunakan mesin.

Alat tersebut pantasnya dimasukkan dalam museum, karena termasuk barang antik dan bersejarah dalam bidang pangan. Sayangnya, belum ada yang namanya museum tani.

Dukung kami untuk terus menulis tentang agribisnis dan lingkungan, dengan cara membaca tulisan kami yang bisa dilihat di DAFTAR ISI. Jika bermanfaat silahkan di share. Bagi Anda yang ingin berbelanja di kami, bisa buka TOKO kami untuk melihat daftar harga produk kami.

Terima kasih ^_^