Ternak sapi di Tuban masih menjadi pilihan petani sebagai bentuk investasi dan pelengkap kegiatan bercocok tanam. Bagi mereka yang bermata pencaharian sebagai petani, tentunya memiliki lahan untuk bercocok tanam. Dari lahan tersebut, banyak tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi, baik itu tumbuhan sisa dari tanaman petani, maupun tumbuhan gulma. Minimnya sarana irigasi di Tuban, membuat petani hanya bisa bercocok tanam secara maksimal waktu musim penghujan saja. Terutama di daerah Penambangan, kering kerontang musim kemarau membuat tanah persawahan retak bak ditimpa gempa bumi dan tidak ada rumput yang tumbuh. Meski begitu, saya yang lahir dan dibesarkan di desa Penambangan tersebut, masih sangat bersyukur meski kondisi alam di desa saya seperti itu. Jiaahhh, jadi bernostalgia.
Bagi daerah lain yang area persawahan hanya mengandalkan hujan (tadah hujan) seperti di desa penambangan, pasti banyak petani yang “berpuasa” saat itu. Masyarakat di desa saya menyebutnya musim paceklik. Di musim tersebut, benar-benar sulit mendapatkan penghasilan dari bercocok tanam. Bukan hanya petani saja yang berdampak musim kemarau tersebut. Ternak sapi di Tuban juga terkena dampaknya. Sapi yang pada umumnya makan hijauan, pada musim paceklik harus mau makan garingan.
Garingan yang dijadikan santapan ternak sapi di Tuban antara lain adalah sisa-sisa hasil panen. Kalau bapak saya dulu biasanya menyimpan jerami padi, kacang tunggak, kacang tanah, jagung, rumput. Cara membuat jerami sangat mudah. Sisa tanaman dijemur sampai benar-benar kering, kemudian disimpan di gubuk atau rumah khusus penampungan jerami. Tak jarang, petani biasanya kehabisan stok jerami ketika prediksi musim meleset. Jika kehabisan, mereka biasanya mendatangkan jerami padi dari luar Tuban.
Sekarang saya yang tinggal di Malang, terbersit untuk mengangkut jerami padi di Malang yang rata-rata akan dibakar di persawahan. Jerami padi setelah panen memang ada yang diambil sebagai pakan ternak. Tapi seringnya menyisakan jerami dalam jumlah banyak, apalagi waktu panen raya. Jerami padi menggunung. Jerami tersebut tidak disimpan oleh petani, apalagi warna sudah tidak ada hijaunya, berarti sudah minim gizinya. Hijauan di Malang juga melimpah karena pertanian menggunakan sistem irigasi sehingga setahun bisa panen padi tiga kali. Ditambah lagi rumput yang tumbuh subur dimana-mana, membuat Malang kaya akan pakan ternak sapi.
Sebenarnya, jerami memang bisa dimanfaatkan sebagai pakan alternatif, namun perlu pengolahan lanjutan agar nilai gizi jerami meningkat. Cara mengolahnya sebagai berikut.
1. Mencacah jerami menjadi potongan-potongan kecil. Mencacah yang cepat dengan menggunakan mesin.
2. Mencampurkan polar dan dedak kasar ke jerami yang sudah dicacah. Perbandingan disesuaikan dengan budget. Semakin banyak polar dan dedak, makin bagus kualitas pakan.
3. Campurkan EM4 peternakan, probiotik HCS, atau NASA dengan tetes tebu/larutan gula merah. Tambahkan air secukupnya.
4. Fermentasi adonan pakan dari jerami, dedak, dan polar dengan probiotik selama minimal 1 minggu. Cara fermentasinya dengan cara mencampur adonan dengan probiotik. Probiotik cukup dipercikkan dengan adonan. Setelah itu dimasukkan ke dalam tong/ kantong plastik hingga penuh dan usahakan tidak ada ruang kosong agar tidak ada udara. Proses fermentasi akan berlangsung maksimal saat kondisi anaerob (tanpa oksigen).
Naahh, yuk warga Tuban yang punya sapi, buat makanan fermentasi. Makanan hasil fermentasi lebih tinggi nilai gizinya dan bisa disimpan hingga berbulan-bulan lamanya.
Ngarak damen
Betul mbah
Pengguna produk NASA juga kang?
Dulu kang pernah coba buat kambing. Ampuh banget kayak HCS juga. Daun kelapa dan salak saja dilahap habis setelah difermentasi
Biasanya kalau musim kemarau gini, sapiku cuma tak pakani katakan tebon karo damen. Hahaha Ternyata ada campurannya dan harus difermentasi ya, supaya nilai gizinya meningkat.
Ralat; ‘Karakan’ bukan ‘Katakan’ hahaha… Kamusnya error. Wkwkwkk
Coba aja buat pakan fermentasi kang. Heehee