Usaha pertanian organik merupakan usaha yang memiliki prospek bagus. Dengan perkembangan jaman dimana semakin banyak bermunculan makanan instan yang membahayakan kesehatan, kehadiran pertanian organik seolah menjadi jawaban. Harga pangan hasil pertanian organik cenderung stabil juga menjadi tambahan alasan prospek usaha bidang ini. Namun, di balik itu, ternyata banyak kendala pertanian organik. Baik itu yang dialami petani selaku produsen, maupun pedagang yang menyalurkan barang ke konsumen.
Kendala Pertanian Organik Bagi Petani
Pertanian organik memang terlihat mudah dan murah. Semua yang menunjang kehidupan tanaman diambil langsung dari alam. Pupuk sebagai peyedia nutrisi diambil dari sisa hewan ternak maupun sisa tumbuhan. Demikian juga dengan pestisida. Dibuat dari bahan alam, misalnya gadung, daun tomat, pahitan, mimba, dan sebagainya.
Penggunakan bahan alam tersebut tentu tidak semanjur bahan sintetis. Aplikasinya harus rutin, bahkan bisa tiap hari menggunakan pestisida alami ketika sudah ada serangan hama. Kontinuitas ini yang sulit dilakukan oleh petani.
Petani yang menggunakan jasa buruh tani juga mengalami kendala. Bercocok tanam organik, bisa dibilang njlimet. Dan perlu ketlatenan tinggi. Misalnya dalam mengolah tanah organik harus sebaik mungkin. Bongkahan tanah harus benar-benar dihancurkan. Buruh tani yang seperti itu sulit dicari karena mereka terbiasa buruh di petani konvensional.
Kendala Pertanian Organik Bagi Pedagang
Kendala pertanian organik tidak hanya terjadi pada lingkup petani saja, melainkan juga pedagang. Peran pedagang adalah menyampaikan barang sampai ke toko atau konsumen. Kendala yang dialami pedagang antara lain meliputi pasar sayur organik yang spesifik. Hanya bisa menjual produk kepada mereka yang sadar dengan kesehatan.
Jumlah masyarakat yang sadar kesehatan masih minim terutama di kota-kota kecil. Kalaupun ada yang sadar kesehatan, belum tentu budget cukup untuk membeli produk organik karena harga yang relatif lebih tinggi dibanding produk pada umumnya.
Kesulitan mencari pasar yang end user, dapat disiasati dengan menjual ke supermarket organik. Bagi pedagang-pedagang kecil, hal ini memang berat. Karena butuh modal besar. Sistem penjualan di supermarket, kadang ada yang bayar belakang. Bisa disebut sistem nitip. Beberapa kali kirim, baru dibayar yang laku saja. Yang tidak laku berarti menjadi resiko pedagang yang nitip. Sistem ini memberatkan pedagang. Apalagi kalau banyak produk serupa yang di jual oleh pedagang lain. Tentu peluang terjual habis akan lebih sedikit.
Kendala pertanian organik tersebut bisa diselesaikan dengan cara membentuk kelompok tani. Jadi ada yang bagian produksi, pencatat dan pengatur keuangan, packing, pemasaran. Kalau ditangani dari hulu ke hilir, mulai produksi hingga sampai ke konsumen, permasalahan bisa diperkecil.