Dana desa: sebuah terobosan baru untuk memajukan desa, namun pelaksanaannya belum optimal. Bahkan sering ada penyelewengan dari pihak pengelola terkait.

Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar terutama dari desa. Karena desa sebagai sumber pangan yang utama.

Flasback sedikit: Indonesia sudah berabad-abad lamanya dikenal sebagai negara agraris. Bahkan bangsa lain rela berperang menjajah Indonesia untuk menikmati hasil bumi negara Indonesia. Pada saat itu, yang dicari penjajah terutama adalah rempah-rempah.

Potensi agraris negara Indonesia tersebut sampai sejauh ini belum begitu optimal dalam pengembangannya meskipun berbagai program terkait pertanian dan pangan di susun dalam bentuk visi misi oleh pemerintah pusat.

Program pengembangan pangan tersebut sangat-sangat bagus, terutama era presiden Jokowi saat ini dengan label kedaulatan pangan. Daulat pangan merupakan target yang sangat bagus dan bahkan berada diatas target mandiri pangan dan swasembada pangan seperti pada program era-era sebelumnya.

Namun dalam realitanya, hingga saat ini kebutuhan pangan Indonesia masih dipenuhi oleh kran impor dari negara lain. Kedelai, buah, jagung, dan berbagai bahan pangan lainnya masih banyak yang berasal dari hasil impor.

Dengan realita tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa program kedaulatan pangan belum berhasil. Jangankan daulat, mandiri atau swasembada pangan saja belum tercapai.

Program kedaulatan pangan tersebut sebenarnya sudah didukung oleh banyak langkah real baik itu dari kementerian pertanian maupun dari program lainnya. Salah satu langkah pemerintah yang dapat dijadikan dukungan program pencapaian kedaulatan pangan adalah adanya dana desa.

Namun dalam pelaksanaannya, dana desa hanya mampu memperbaiki infrastruktur di desa. Sistem didesa yang notabenenya adalah petani belum ada perbaikan yang signifikan. Pekerjaan petani dan buruh tani di pedesaan juga masih menjadi pekerjaan kaum marginal dengan tingkat penghasilan yang rendah.

Sebenarnya, dana desa tersebut bisa lebih dioptimalkan dengan pemanfaatan untuk penggerak sistem agribisnis yang ada di pedesaan. Hal ini mengingat, pedesaan menjadi sektor hulu dalam rantai agribisnis. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan membahas tentang perlunya optimalisasi dana desa untuk pengembangan agribisnis sektor hulu – hilir di pedesaan.

Apa itu dana desa ?

Dana desa merupakan pembiayaan yang masuk dalam APBN di era Joko Widodo dan akan dikucurkan untuk pembangunan pedesaan. Dana desa mulai dikucurkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 sebesar Rp 20,76 triliun. Dana desa tersebut terus ditingkatkan penyerapannya agar mempercepat pemerataan pembangunan di desa. Bahkan di tahun 2018, ditargetkan bisa naik hingga Rp 120 triliun. Adapun pemanfaatan dana desa tersebut adalah terutama pembangunan infrastruktur desa misalnya jalan raya, jembatan, pasar, irigasi, sarana kesehatan, dan lainnya.

Jika dilihat dari masa-masa sebelum Joko Widodo, memang program semacam ini belum ada. Bahkan bisa dikatakan ini rekor baru pembangunan di desa dengan adanya dana desa tersebut. Capaian ini bukan berarti tanpa kekurangan. Penggunaan dana desa yang diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur desa, rupanya mengalihkan hal lain yang lebih penting, yaitu sumber daya manusia desa yang sebagian besar merupakan kaum petani dan buruh tani.

Peningkatan infrastruktur tanpa dibarengi oleh peningkatan SDM juga menjadi sesuatu yang memberi manfaat namun tidak optimal bagi masyarakat desa. Karena kunci pokok kemajuan desa sebenarnya terletak pada SDM yang tersedia di desa tersebut.

 

Pembangunan sektor agribisnis di desa

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa mayoritas di pedesaan dihuni oleh petani dan buruh tani. Tentunya dengan kualitas SDM yang mayoritas lebih rendah dibandingkan perkotaan, sehingga berdampak pada kesejahteraan yang juga rendah.

Pedesaan yang dihuni oleh  mayoritas petani beserta buruh tani sebenarnya merupakan nilai positif untuk pedesaan karena merupakan rantai hulu dalam pertanian/ agribisnis yaitu sebagai penghasil produk mentah pertanian. Misalnya petani padi, mereka menjual gabah kepada tengkulak. Dengan kata lain mereka menghasilkan gabah yang merupakan produk mentah.

Dana desa
Rantai agribisnis di pedesaan: himsiyong.com

Rantai padi berikutnya adalah tengkulak gabah yang bisa jadi mereka adalah penggiling gabah menjadi beras. Kemudian disusul rantai lain, pengemas beras, pengepul berasi, agen beras, pengecer beras, pengolah beras menjadi tepung, pengolah tepung menjadi kue, dan masih banyak rantai lainnya.

Mengingat beberapa sektor/ rantai agribisnis adalah di pedesaan, dan desa bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan agribisnis rantai/ sektor hulu hingga hilir yang ada di pedesaan. Seperti tadi contoh yang sudah disebutkan di atas, misalnya petani padi dalam satu desa. Bisa dikembangkan dengan dana desa hingga menjadi berbagai olahan dari padi tersebut dalam sayu desa tersebut.

Misal dalam satu desa kebutuhan beras untuk makan sehari-hari dalam bentuk nasi 1 ton beras/ 4 bulan. Sedangkan hasil panen sebesar 3 ton/ 4 bulan. Berarti ada kelebihan beras sebesar  2 ton. Kelebihan beras tersebut perlu diolah dengan pembiayaan dari dana desa untuk membuat produk terkait beras. Misalnya sereal, tepung beras, atau bahkan produk kue-kue.

Dengan penanganan serius mulai hulu-hilir dalam satu desa, bisa ditentukan sendiri harga produk di setiap sektor. Berapa harga gabah, beras, sereal, tepung beras, dan lainnya. Dengan adanya penanganan dari hulu-hilir tersebut, juga memungkinkan arus perputaran uang yang menguntungkan untuk desa bersangkutan. Karena sektor hulu-hilir bisnis pertanian terutama terjadi dalam desa yang bersangkutan dulu. Baru jika memunngkinkan bisa ekspansi sektor bisnis ke desa lain, kota, daerah lain, atau mungkin bahkan skala ekpor.

Keuntungan lain dari pemanfaatan pembangunan agribisnis hulu – hilir tersebut adalah melatih setiap desa untuk mandiri, berdaya saing, kreatif dan inovatif sehingga lebih bisa mempercepat transformasi masyarakat desa menuju masyarakat yang tidak terpinggirkan lagi.